PETABALI, Surabaya — Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menunjukkan langkah tegas dalam upaya menegakkan kepatuhan perpajakan. Selama tiga hari berturut-turut, mulai 24 hingga 26 Juni 2025, DJP melalui tiga kantor wilayahnya di Jawa Timur—Kanwil DJP Jatim I, II, dan III—melakukan pemblokiran rekening bank milik ribuan penunggak pajak.
Aksi serentak ini menyasar sebanyak 3.443 berkas penunggak pajak yang tersebar di 11 bank besar yang berkantor pusat di Jakarta dan Tangerang. Tindakan pemblokiran rekening ini dilakukan sebagai bagian dari proses penagihan aktif yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Kepala Kanwil DJP Jawa Timur I, Samingun, mengungkapkan bahwa penegakan hukum perpajakan bukan sekadar tindakan represif, tetapi juga edukatif dalam rangka meningkatkan kesadaran dan kepatuhan masyarakat.
“Penegakan hukum perpajakan tidak semata-mata untuk menindak, tetapi untuk mendorong kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak. Dengan dilaksanakannya pemblokiran serentak ini, kami berharap Wajib Pajak segera menyelesaikan kewajibannya agar terhindar dari tindakan hukum lanjutan,” ujar Samingun, Minggu (29/6)
DJP menyebut sinergi antara unit vertikal di wilayah Jawa Timur dan dukungan perbankan menjadi faktor penting keberhasilan aksi ini. Selain bertujuan mengejar tunggakan, langkah ini juga menjadi sinyal kuat bahwa DJP akan terus melaksanakan proses penagihan secara konsisten, profesional, dan sesuai regulasi.
Lebih lanjut, Samingun menegaskan bahwa DJP akan menjaga kesinambungan penerimaan negara dengan menegakkan hukum secara terukur.
“Dengan adanya tindakan ini, DJP berharap para Wajib Pajak dapat lebih kooperatif dalam memenuhi kewajiban perpajakan, sehingga tercipta iklim kepatuhan yang semakin baik di masa mendatang,” tutupnya.
Pemblokiran massal ini menjadi salah satu strategi terbaru DJP dalam memperkuat sistem penegakan hukum perpajakan nasional, serta memperingatkan para penunggak bahwa keterlambatan atau kelalaian dapat berujung pada tindakan hukum yang nyata.
Langkah tegas DJP memblokir ribuan rekening penunggak pajak mendapat beragam tanggapan dari masyarakat. Sebagian besar warga mendukung tindakan tersebut sebagai bentuk penegakan hukum yang adil, namun juga berharap pemerintah tetap mengedepankan pendekatan persuasif dan transparan.
Dwi Hartanto, seorang pelaku usaha kecil menengah (UKM) di Sidoarjo, menilai pemblokiran rekening seharusnya menjadi langkah terakhir setelah upaya komunikasi yang cukup dilakukan.
“Kami tidak menolak bayar pajak, tapi kadang pelaku usaha kecil belum paham aturan atau sedang kesulitan keuangan. Harapannya ada pendekatan yang lebih membina sebelum langsung diblokir,” ujarnya.
Senada dengan itu, Lestari, warga Surabaya yang juga seorang konsultan keuangan, mengatakan pentingnya DJP memperkuat edukasi dan literasi pajak, terutama untuk wajib pajak perorangan dan UMKM.
“Langkah penegakan seperti ini efektif, tapi juga harus dibarengi dengan program pendampingan, agar wajib pajak sadar dan mampu memenuhi kewajibannya tanpa rasa tertekan,” jelasnya.
Masyarakat juga berharap proses pemblokiran rekening dilakukan secara selektif, adil, dan tidak menyasar secara sembrono. Prosedur keberatan atau banding juga perlu disosialisasikan dengan baik bagi mereka yang merasa terdampak secara tidak tepat. (TIM/Red)